Menurut para ahli geologi, bumi mulai terbentuk kira-kira 4,6 miliar tahun yang lalu, bersamaan dengan terbentuknya sistem tatasurya serta planet-planet lain di dalamnya. Asumsi tersebut muncul setelah sebuah batu tertua yang dapat ditemukan oleh para ahli geologi yang diperkirakan berusia 3,9 miliar tahun melalui metode radiometric dating. Pada saat itu bumi terdiri dari tanah yang membara serta lautan magma.
Gambar susunan batu tertua di bumi
Penelitian menggunakan metoda radiometri dating tersebut hanya dapat dilakukan pada jenis batuan keras. Maka dari itu, pengetahuan kita mengenai umur bumi yang sesungguhnya terbatas pula sampai pada saat batuan padat keras itu terbentuk. Dengan begitu, sesungguhnya kita tidak mengetahui secara pasti kapan tepatnya bumi terbentuk atau sudah berapakah usia bumi yang sesungguhnya. Di samping itu, karena lapisan bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik, bumi menjadi planet yang sangat dinamis; pegunungan-pegunungan baru bermunculan, sementara yang lain meletus dan melebur batuan-batuan lama serta menutupinya dengan lapisan baru. Perubahan serta pembentukan lapisan atas bumi yang berlangsung kontinyu dan terus menerus tersebut ikut serta merekonstruksi batuan lama, sehingga teori mengenai usia bumi yang di kemukakan para ahli geologi dengan menggunakan metode tersebut di atas masih dianggap sebagai usia teoretis bumi.
Gambar penampang benua dari masa Permian hingga masa kini
Pada 1912 seorang ilmuwan, Alfred Wegener mengeluarkan sebuah pemikiran gila mengenai lempeng tektonik dan benua. Ia berpikiran bahwa benua-benua di bumi ini pada awalnya terdiri dari satu benua besar. Ia berpikiran, “mungkin pada awalnya benua-benua tersebut tergabung menjadi satu, yang kemudian terpisah-pisah karena pergesaran lempeng tektonik dari waktu ke waktu.” Dia kemudian memutuskan memberi nama pada superbenua tersebut dengan nama Pangea, yang berarti “Semua Daratan”. Saat mempresentasikan pemikirannya tersebut kepada para ilmuwan lain, ia menamakan teorinya tersebut sebagai Continental Drift Theory. Wegener pada saat itu tidak dapat mengemukakan bukti kuat yang dapat mendukung teorinya, sehingga para ilmuwan yang lain menganggapnya sedang mabuk.
Penampang simulasi pergerakan lempeng bumi
Satu dari pendapatnya mengenai lempeng yang bergerak adalah karena adanya gaya sentrifugal dari rotasi bumi yang menyebabkan benua tersebut terpecah dan tersebar. Para ilmuwan tersebut menghitung bahwa gaya sentrifugal tersebut tidak cukup kuat sehingga dapat menggerakan benua-benua yang ada dipermukaan bumi. Mereka berpendapat bahwa benua-benua tersebut kokoh dan diam pada tempatnya.
Kemudian pada 1929, seorang imuwan yang bernama Arthur Holmes berpikiran bahwa teori yang dikemukakan oleh Wegener tidak sepenuhnya salah. Holmes mengidentifikasi salah satu teori Wegener yang menyatakan bahwa bergeraknya benua tersebut karena lapisan bawah bumi yang meleleh serta pijar dan selalu berusaha keluar ke permukaan dapat menyebabkan terjadinya tumbukan antarlempeng dan hal tersebut dapat menyebabkan benua-benua di atasnya bergerak. Hal yang dikemukakan oleh Holmes tersebut bukan hanya menerangkan mengapa benua-benua nampak seperti potongan-potongan gambar teka-teki melainkan juga menjelaskan proses terbentuknya gunung dan pegunungan api. Namun, para ilmuwan lain pada saat itu masih tidak dapat diyakinkan dan teori tersebut kemudian diabaikan.
Hampir tigapuluh tahun kemudian, penemuan-penemuan baru di bidang teknologi dan industri kelautan untuk tujuan eksplorasi dasar Samudra Atlantik berhasil mengangkat sebuah bukti yang mengejutkan. Mereka menemukan aktivitas gunung api pada dasar Samudra Atlantik yang merupakan sebuah rantai panjang pegunungan api dasar laut di Samudra Atlantik. Penemuan ini merupakan sebuah bukti yang tidak dapat disangkal lagi yang mendukung teori Continental Drift.
Kemudian berdasarkan temuan bukti-bukti tersebut para ahli bersama-sama mengembangkan sebuah instrumen yang dapat membaca dan memprediksi titik gempa bumi di seluruh dunia yang terkonsentrasi pada beberapa titik tertentu. Pada sekitar 1960-an, beberapa ilmuwan menerbitkan jurnal hasil penelitian mereka mengenai Continental Drift yang kemudian lebih dikenal dengan nama Theory of Plate Tectonics.
II. Kehidupan Awal
Gambar Illustrasi pada masa awal pembentukan Bumi
Sampai saat ini para ilmuwan masih berusaha mengungkapkan misteri terbesar mengenai bumi: kapan kehidupan di bumi dimulai dan bagaimana? Pada awalnya bumi didominasi oleh pegunungan api, kelam dan abu-abu, badai atmosfer, penuh dengan zat kimia yang beracun, serta laut yang tidak memiliki kehidupan. Kemudian lautan menampung zat-zat organik yang terpapar dari tanah dan atmosfer serta meteor-meteor yang berjatuhan ke bumi. Pada saat inilah substansi-substansi kehidupan seperti air, karbon dioksida, methane, dan hidrogen sianida membentuk molekul-kunci pembentuk awal kehidupan seperti gula, asam amino, dan nukleotida yang membentuk blok-blok protein dan asam nukleik, yang merupakan pembentuk utama semua kehidupan.
Hal yang paling penting dari peristiwa tersebut adalah pembentukan molekul DNA (deoxyribose-nucleid acid) dan RNA (ribose-nucleid acid), yang secara langsung membentuk serangkaian instruksi operasi biologis yang membentuk kehidupan generasi-generasi selanjutnya. Namun kehidupan awal tidak hanya dipicu oleh jenis molekul spesial seperti DNA dan RNA tapi juga oleh zat-zat kimia serta lingkungan primitif bumi.
Pada masa akhir Precambrian , masa Proterozoikum terentang dari masa 2.500 juta tahun yang lalu hingga 544 juta tahun yang lalu. Fosil-fosil yang ditemukan pada masa ini menunjukkan pembentukan organisme bersel tunggal yang lebih kompleks yang diberi nama Proterozoic, yang berarti “Kehidupan awal”.
Fosil Alga dengan multisel tertua diperkirakan berasal dari masa 1.200 juta tahun yang lalu. Pada masa ini keragaman biologis meningkat dengan sangat cepat menjadi seleukariotik. Berbeda dengan selprokariotik, sel eukariotik berukuran lebih besar dan struktur serta organisasi yang lebih kompleks, termasuk terdapatnya nukleus sebagai struktur bangunan rumah tempat DNA dalam kromosom serta struktur-struktur khusus yang dikenal dengan organelles. Bukti fosil tertua dari binatang multisel, atau metozoa, adalah ditemukannya liang-liang pada batu yang kemungkinan besar dibuat oleh binatang atau makhluk lembut seperti cacing. Fosil-fosil ini ditemukan di berbagai tempat seperti Cina, Kanada, dan India. Pada masa ini kemungkinan besar oksigen telah ada di bumi.
Fosil binatang pertama yang tercetak dalam batu tercatat pertama kali muncul pada masa antara 620 dan 550 juta tahun yang lalu. Masa ini dikenal sebagai masa Vendian setelah serangkaian stratigrafik dikembangkan, terutama di Rusia. Masa Vendian juga dikenal sebagai masa Ediacaran (setelah ditemukan sebuah situs di Australia) di mana kedua masa tersebut dibedakan melalui perbedaan karakteristik fosil-fosil dari binatang berbadan lunak yang kompleks. Fosil-fosil ini ditemukan pada beberapa tempat di bumi.
Binatang-binatang pada masa Vendian/Ediacarian membingungkan banyak ilmuwan, karena meski beberapa dari binatang-binatang tersebut mungkin masih termasuk dalam kelompok binatang yang bertahan hingga kini, sementara yang lainnya bahkan tidak memunyai hubungan sama sekali dengan binatang-binatang yang sekarang kita kenal. Terdapat dua aspek yang membingungkan dari organisme masa Vendian atau Edicaran. Pertama, pada fosil-fosil masa ini tidak ditemukan terdapatnya bagian-bagian kerangka keras, artinya organisme-organisme tersebut berbadan lunak. Kedua, adalah isu mengenai ke dalam kelompok binatang mana fosil-fosil ini termasuk. Meski banyak yang membandingkan hal tersebut dengan ubur-ubur modern serta cacing modern, fosil-fosil itu juga dibandingkan dengan sejenis sponge. Namun, Simon Conway Morris, dari Universitas Cambridge, menyatakan bahwa binatang-binatang pada masa tersebut sudah berkembang lebih tinggi kepada tingkatan binatang daripada sponge, di mana belum ditemukan fosil sponge pada masa Vendian. Sponge dinyatakan sebagai binatang primitif dan diperkirakan muncul sebelum masa Vendian yang berisi organisme berbadan lunak.
Masa paling awal dari era Paleozoikum dinamakan periode Cambrian, diambil dari kata bangsa Romawi untuk menyebut paus, di mana batuan pada masa ini diidentifikasi oleh geolog abad ke-19, Adam Sedgwick. Endapan masa Cambrian ditemukan di banyak tempat di bumi.
Dari fosil-fosil yang diketemukan pada abad ini banyak yang berasal dari era Cambrian. Fosil-fosil era Cambrian termasuk binatang dengan bentuk tubuh lebih terencana, memunyai banyak kemiripan dan garis keturunan yang jelas dengan jenis-jenis binatang modern yang kita kenal sekarang. Evolusi yang mengejutkan dan berkembang ini dinamakan “Cambrian Explosion”. Namun perkembangan tersebut tidak seperti ledakan secara harfiah yang berkesan berantakan, tetapi terjadi secara berkala sekitar 30 juta tahun, dan beberapa peristiwa berkisar antara 5 sampai 10 juta tahun.
Kemunculan banyak jenis makhluk hidup selama masa transisi dari masa Pracambrian ke masa Cambrian, secara radikal mengubah hubungan alami antarbinatang, termasuk perkembangan yang lebih rumit dari hubungan mangsa dan pemangsa. Binatang yang hidup dari memangsa binatang lain, tidak hanya sekadar memakan bangkai dari organisme yang mati atau dari sekadar menggantungkan diri dari proses fotosintesis simbiosis, menjadi lebih sering terjadi, seperti Anomalicaris yang berkembang menjadi predator dengan memangsa binatang yang tidak dapat melarikan diri dari dirinya.
Catatan terbaik dari “ledakan” masa Cambria adalah Burges Shale di British Columbia. Terletak di tengah era cambria, ketika “ledakan” sudah berjalan selama beberapa juta tahun, mencatat penemuan fosil dari Brachiopoda, sejenis binatang dengan cangkang seperti kerang, trilobit, moluska, echinoderm, dan banyak binatang aneh lainnya yang masuk ke dalam kategori binatang punah phyla.
Penyebab dari “ledakan Cambria” masih menjadi perdebatan di antara para ilmuwan. Beberapa berpendapat: meningkatnya tingkat serta kadar oksigen yang dimulai sekitar 2.000 juta tahun yang lalu, mendukung tingkat metabolisme yang lebih tinggi dan mendukung evolusi dari organisme yang lebih besar serta struktur tubuh yang lebih kompleks. Sementara yang lainnya berpendapat bahwa kepunahan kehidupan pada masa akhir Vendian membuka kemungkinan munculnya jenis kehidupan yang baru. Kemungkinan dalam proses kimiawi di lautan sangat berpengaruh besar dalam proses ini; hal tersebut mendukung berkembangnya bagian tubuh yang keras seperti gigi dan rangka untuk pertama kalinya. Faktor-faktor genetik juga sangat berpengaruh. Penelitian baru-baru ini memberi kesimpulan bahwa masa Prior ke Ledakan Cambrian memperlihatkan evolusi berkala sebuah “perangkat genetik” dari gen (the homebox atau gen “hox”) yang mengatur proses-proses perkembangan. Saat disatukan, perangkat genetik ini memungkinkan sebuah periode yang belum pernah terjadi dari sebuah eskperimen evolusioner dan kompetisi. Banyak bentuk dari catatan fosil masa Cambrian menghilang tanpa jejak. Masa depan proses evolusi kemudian dibatasi pada perilaku pada rancangan tubuh yang masih tersisa hingga kini.
Saat ini banyak ilmuwan mulai mempertanyakan, apakah ledakan Cambrian benar-benar terjadi, atau hanya sekadar refleksi dari catatan fosil tua. Data genetis menunjukkan bahwa binatang bersel banyak muncul sekitar 1.000 juta tahun yang lalu; data ini didukung oleh fosil embrio yang terdapat pada batu yang ditemukan di Cina yang bertanggal 600 juta tahun. Ditambah dengan penemuan bahwa Trilobites—sejenis binatang bercangkang—merupakan sebuah kelompok yang sangat berbeda macamnya bahkan pada masa awal Cambrian, dan hal ini membuat para ilmuwan berpendapat bahwa grup artropoda (hewan tanpa tulang belakang yang memiliki badan beruas-ruas, seperti kepiting, udang, kelabang) diindikasikan telah ber-evolusi lebih awal.
Masa antara 505 dan 440 juta tahun lalu, dikenal dengan nama Ordovician, dinamakan dari nama suku Celtic, Ordovices. Pada masa ini area utara daerah tropis hampir seluruhnya lautan, dan daratan pada masa itu tergabung dalam sebuah superbenua bernama Gondwana. Selama Ordivician, Gondwana bergerak ke arah Kutub Selatan dan banyak dari bagian benua tenggelam ke dalam lautan.
Pada masa Ordovician, tanaman pertama muncul. Tapi proses tersebut tidak berlangsung sampai akhir masa Silurian sebelum kemudian muncul tanaman modern. Secara umum sel eukariotik diasumsikan sebagai turunan nonfotosintetik dari Archaebacteria. Teori endsymbiosis menyatakan bahwa mitokondria (dan kloroplas) berasal dari simbiotik, aerobik eubakteri, dan dipengaruhi oleh leluhur dari sel-sel eukariotik.
Masa Ordivician lebih dikenal sebagai masa bermunculannya invertebrata-invertebrata laut, termasuk graptolit, trilobit, brachiopoda,dan conodont (vertebrata awal). Di samping itu termasuk alga hijau dan alga merah, ikan primitif, cephalopoda, coral, crinoida, dan gastropoda. Ledakan evolusi tersebut kemudian terpisah menjadi tiga jenis makhluk laut dalam waktu 50 juta tahun.
Ikan merupakan keluarga dari chordate phylum karena mereka memiliki karakteristik tertentu seperti: sebuah tulang belakang yang menggantikan notochord dari chordate yang lebih “sederhana”, jaringan saraf, kaki, dan buntut. Agnathan, atau ikan tanpa rahang, merupakan jenis ikan yang lebih awal dan merupakan jenis sebenarnya dari vertebrata yang muncul sekitar 480 juta tahun yang lalu. Salah satu keturunan dari Agnathan adalah Ostracoderm, ikan tanpa rahang paling awal, diperkirakan muncul sekitar 510 juta tahun lalu. Mereka jenis ikan yang merayap dan hampir semua bagian tubuhnya ditutupi oleh cangkang atau jirah. Ketika rahang muncul pada bagian ikan bertulang dan ikan hiu awal sekitar 450 juta tahun lalu, ikan tanpa rahang tidak mampu bersaing. Hagfish dan Lamprey merupakan jenis ikan tanpa rahang yang bertahan hingga kini. Ketika ikan hiu tidak sebanyak sampai masa Devonian (410 hingga 360 juta tahun lalu), fosil mereka menunjukkan eksistensi hiu awal berasal dai masa akhir Ordovician.
Dengan hadirnya kelompok-kelompok dari hewan Paleozoikum, ekologi laut melakukan reorganisasi dan spesies-spesies baru beradaptasi dalam menggunakan sumberdaya seefektif mungkin. Setelah reorganisasi dalam perubahan gaya hidup, spesies-spesies tersebut bertahan lebih lama dan tingkat kepunahan lebih rendah dibandingkan leluhur-leluhur mereka yang hidup pada masa Cambrian.
Mulai dari masa awal hingga pertengahan Ordovician, bumi mengalami musim menengah yang mengakhiri masa Ordovician, yang mungkin menjadi pemunahan massal terbesar kedua yang pernah terjadi, dibandingkan dengan beberapa kepunahan massal yang terjadi pada masa awal kehidupan binatang selama 50 juta tahun masa Cambrian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar