Kus Adi Nugroho
Dari artikel-artikel sebelumnya, banyak yang membahas mengenai pembangkit listrik tenaga angin, terutama sistem konversinya, generator yang digunakan, rangkaian elektronika dayanya, dan dampak yang dihasilkan. Dalam artikel ini saya akan mencoba mengajak pembaca untuk lebih mengenal apa itu angin, bagaimana terjadinya, penyebarannya, dan pemanfaatannya
Sejarah Pemanfaatan
Manusia telah menggunakan energi angin selama setidaknya 5.500 tahun. Para nelayan menggunakan angin untuk menggerakkan kapalnya untuk mencari ikan ke tengah laut. Pedagang, penjajah dan bahkan misionaris menggunakan angin untuk menggerakkan kapal yang membawa mereka ke seluruh belahan dunia demi Glory, Gold, and Gospel. Arsitek pada masa dahulu menggunakan angin alami sebagai sirkulasi udara dalam suatu bangunan. Hammurabi, Raja Babilonia menggunakan energy angin untuk sistem irigasi pada abad ke-17 sebelum Masehi. Suku asli Sri Lanka, Sinhala, menggunakan angin muson dalam peleburan logam. Kincir angin pertama kali didirikan di Sistan, Afghanistan sejak abad ke-7. Kincir ini digunakan untuk menggiling jagung, biji-bijian, mengalirkan air, dan pada industri tebu. Kincir angin yang digunakan merupakan kincir angin dengan poros vertikal, dan tiap-tiap kipas berbentuk segi-empat yang dilapisi dengan bahan kain. Kincir angin dengan poros horizontal pertama kali ditemukan di Eropa untuk menggiling gandum.
Energi angin dapat dikonversikan menjadi energi mekanik, seperti pada penggilingan biji, ataupun untuk memompa air. Pada perkembangannya, energi angin dikonversikan menjadi energi mekanik, dan dikonversikan kembali menjadi energi listrik. Dalam bentuknya sebagai energi listrik, maka energi dapat ditransmisikan dan dapat digunakan untuk mencatu peralatan-peralatan elektronik.
Proses Terjadinya Angin
Penyebab timbulnya angin adalah matahari. Bumi menerima radiasi sinar matahari secara tidak merata. Dengan demikian, daerah khatulistiwa akan menerima energi radiasi matahari lebih banyak daripada di daerah kutub, atau dengan kata lain, udara di daerah khatulistiwa akan lebih tinggi dibandingkan dengan udara di daerah kutub. Pertukaran panas pada atmosfer akan terjadi secara konveksi. Berat jenis dan tekanan udara yang disinari cahaya matahari akan lebih kecil dibandingkan jika tidak disinari. Perbedaan berat jenis dan tekanan inilah yang akan menimbulkan adanya pergerakan udara. Pergerakan udara ini merupakan prinsip dari terjadinya angin. Secara ilmiah, pada abad ke-17, seorang fisikawan Itali, Evangelista Torricelli, mendeskripsikan bahwa angin dihasilkan karena adanya perbedaan suhu udara, dan juga perbedaan kepadatan (akibat perbedaan suhu udara), di antara dua daerah.
Apabila kita asumsikan bahwa Bumi tidak berotasi, permukaan yang datar, dan udara yang lebih hangat terjadi pada daerah khatulistiwa dibandingkan pada kutub, maka sirkulasi udara pada Bumi dapat diperkirakan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola sirkulasi udara sederhana.
Udara pada permukaan bumi di kutub memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada di khatulistiwa, sehingga udara akan mengalir dari kutub menuju khatulistiwa pada permukaan bumi. Udara pada permukaan bumi di khatulistiwa memiliki berat jenis yang rendah, sehingga udara akan terangkat hingga lapisan troposfir. Karena tekanan udara pada lapisan troposfir di khatulistiwa lebih tinggi daripada tekanan udara di bagian atas kutub, maka udara akan bergerak secara horizontal pada lapisan troposfir dari khatulistiwa menuju kutub. Dan karena berat jenis di udara pada kutub lebih tinggi, maka udara akan bergerak turun menuju permukaan bumi.
Apabila kita menghilangkan asumsi bahwa bumi tidak berotasi, maka pola aliran udara pada Gambar 1 akan berubah menjadi seperti pada Gambar 2. Gerakan rotasi akan mengakibatkan timbulnya tiga sel sirkulasi pada setiap belahan bumi. Sel sirkulasi ini dikenal sebagai sel Hadley, sel Ferrel, dan sel Polar (Kutub).
Gambar 2. Pola sirkulasi udara tiga sel.
Pada model baru, daerah khatulistiwa tetap menjadi lokasi yang terhangat di Bumi. Area yang terhangat merupakan zona tekanan rendah dan dikenal dengan zona konvergen intertropikal (ITCZ). Zona ini saling bertukar udara dengan udara dari subtropik. Ketika udara pada permukaan bumi subtropik mencapai khatulistiwa, udara akan terangkat, mencapai ketinggian 14 km (troposfir) dan mulai bergerak secara horizontal menuju arah kutub utara dan kutub selatan.
Gaya Koriolis menyebabkan penyimpangan pergerakan udara pada bagian atas atmosfer, dan pada posisi lintang 30°, udara akan mengalir secara zonal dari barat ke timur. Aliran zonal ini dikenal sebagai aliran jet subtropical. Aliran zonal juga mengakibatkan akumulasi udara pada bagian atas atmosfer bergerak tidak lagi membujur. Untuk mengompensasi akumulasi ini, sebagian udara pada bagian atas atmosfer turun kembali ke permukaan, dan mengakibatkan zona tekanan tinggi subtropik. Dari zona ini, udara permukaan akan bergerak menuju dua arah. Sebagian kembali ke khatulistiwa menyempurnakan sistem sirkulasi yang disebut Sel Hadley. Udara yang bergerak inipun mengalami penyimpangan akibat efek Koriolis, yang menyebabkan Northeast Trades (penyimpangan ke kanan pada belahan utara) dan Southeast Trades (penyimpangan ke kiri pada belahan selatan). Efek Koriolis adalah pembelokan yang terlihat pada suatu obyek ketika dilihat dari referensi yang berputar, dimana sebenarnya obyek tersebut bergerak secara lurus.
Udara permukaan yang bergerak menuju kutub dari zona subtropik (30°) terangkat pada lintang 60°. Pergerakan udara ini juga mengalami penyimpangan menghasilkan Westerlies. Gaya Coriolis menyimpangkan angin ini dan mengakibatkan mengalir dari barat ke timur membentuk aliran jet kutub pada lintang 60° utara dan selatan. Pada permukaan bumi tersebut, Westerlies subtropik bertubrukan dengan udara dingin dari kutub. Tubrukan ini mengakibatkan udara bergerak ke atas dan mengakibatkan siklon mid-latitude. Sebagian besar dari udarayang terangkat akan mengarah ke kutub dan turun kembali ke permukaan.
Gambar 3 menggambarkan tekanan udara yang sebenarnya pada Bumi, dari pengamatan selama 39 tahun. Pola sirkulasi yang diperlihatkan tampak berbeda dengan Gambar 2. Perbedaan ini diakibatkan oleh material permukaan Bumi dan ketinggiannya. Daratan bersifat lebih mudah panas dan lebih mudah dingin kembali, sedangkan air sulit menjadi panas dan sulit menjadi dingin kembali. Hal ini mengakibatkan belahan Bumi utara dan selatan menjadi tidak seragam. Belahan Bumi utara didominasi oleh daratan, sedangkan selatan sebaliknya. Ketinggian mengakibatkan pusat tekanan menjadi lebih intensif ketika ketinggian meningkat.
Gambar 3. Arah angin permukaan dan pusat tekanan atmosfer rata-rata pada bulan Januari, 1959-1997. Garis merah merupakan zona konvergen intertropik (ITCZ).
Gambar 3 menunjukkan tekanan udara dan arah angin bulanan pada permukaan Bumi dari tahun 1959-1997. Perbedaan tekanan terlihat dari perbedaan warna. Biru menyatakan tekanan rendah, sedangkan kuning hingga oranye menyatakan sebaliknya. Arah dan besar angin ditunjukkan dengan arah panah dan panjangnya.
Potensi
Untuk mencari tahu berapa besar energi angin di Bumi ini, titik mulanya adalah memperkirakan total energi kinetik di atmosfer. Lorenz memberikan 1.5 x 106Joules/m2 sebagai energi kinetik yang tersedia di atmosfer[1]. Smil menyatakan bahwa pergerakan udara di atmosfer merupakan 2% dari energi dari matahari ke Bumi[2]. Dimana radiasi Matahari yang mencapai Bumi tahunan adalah 5.8 x 1024Joules, atau 1.84 X 1017W, dan 360W/m2. Dan yang terserap oleh permukaan Bumi (daratan dan air) adalah 2.9 x 1024Joules, atau 9.19 X 1016W, dan 180W/m2[3]. Jika jumlah energi matahari yang terserap secara langsung oleh atmosfer lebih sedikit digunakan, perkiraan besaran tertinggi dari energi kinetik dapat dijabarkan. Smilmemberi gambaran, 3.8 x 1022 J, untuk energi angin tahunan pada atmosfer di bawah ketinggian 1 km. Dia menyatakan nilai maksimum yang dapat dikonversikan adalah 3.8 x 1021 Joule, 1.20 x 1014W atau 1.1 x 106 TWh.
Menurut Komisi Eropa, sumber angin dunia diperkirakan 50,000 TWh/tahun[4]. Total potensial dihitung pada daratan dengan kecepatan angin rata-rata diatas 5,1 m/s pada ketinggian 10 m. Kemudian direduksi 90% sebagai penggunaan lain, kepadatan penduduk, dan lain-lain. Perhitungan ini tidak melingkupi Greenland, Antarctic atau area lepas pantai. Perhitungan lain oleh Wijk dan Coelingh yang memberikan nilai 20.000 TWh/tahun dianggap lebih konservatif[5].
Tabel 1. Sebaran potensi energi angin. (TWh/tahun)
Daerah | Grubb and Meyer [4] | Wijk and Coelingh [5] |
Afrika | 10 600 | - |
Australia | 3 000 | 1 638 |
Amerika Utara | 14 000 | 3 762 |
America Latin | 5 400 | - |
Eropa Barat | 500 | 520 |
Europe Timur | 10 600 | - |
Asia | 4 900 | - |
Perkiraan Total | 50 000 | 20 000 (+area lain) |
Sumber lain menyatakan total potensial yang lebih tinggi, yaitu 106.458 TWh/tahun[6]. Potensi ini termasuk Selandia Baru dan Jepang. Namun study-study tersebut belum memasukkan potensial lepas pantai, yang diperkirakan mencapai 3000 TWh/tahun untuk di Eropa saja dengan jarak 30 km dari pantai dan kedalaman kurang dari 40 m[7]. Membandingkan antara penggambaran dari Smil, 100.000 TWh, dan dari Wind Energy-The Facts report, 50.000 TWh, Smil menggambarkan untuk seluruh daratan dan air, sedangkan Wind Energy-The Facts report menggambarkan jumlah yang dapat dihasilkan oleh turbin angin pada 120 m pertama dari 1 km, dan memperhitungkan rugi-rugi dan faktor reduksi[2][3]. Hingga saat ini, 100GW turbin angin telah terpasang dan dapat memproduksi 2,2 x 102 TWh, dengan asumsi 25% faktor pembebanan. Konsumsi listrik dunia adalah 18.000 TWh/tahun pada tahun 2005[8]. Dengan demikian, total sumber energi angin yang tersedia dapat memenuhi permintaan listrik dunia, apalagi angin dapat ditemukan di segala penjuru dunia.
Referensi
[1] Lorenz, Edward N., The nature and theory of the general circulation of the atmosphere., p110 WMO No. 218 TP.115. World Meteorological Organization
[2] Smil, Vaclav. Inherent limits of renewable energies. 2004
[3] Smil, Vaclav. Energy at the crossroads. MIT 2003.
[4] Wind Energy – The Facts. Volume 1. European Commission. Directorate-General for Energy. 1999.
[5] van Wijk, A.J.M. and Coelingh, J.P., Wind Power Potential in the OECD Countries, December 1993.
Report commissioned by the Energy Research Center, The Netherlands (ECN)
[6] Personal communication from Hughes, P, and Hurley, B. Airtricity
[7] Garrad Hassan and Partners, Germanischer Lloyd, Windtest KWK. 1995.
[8] BP Statistical Review of World Energy June 2006
[9] www.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar